Lagu Janur Kuning-e Yu Noerhalimah kalau ditlisik banyak pesannya. Memang awalnya bagi Kang Eko lagu ini cuma sekedar lagu ndhangdhut yang enak didenger sambil numpak mobil proyek. Bisa bikin kepala Kang Eko manthuk-manthuk ngikutin iramanya. Tapi makin lama, Kang Eko dengerin kok makin bikin penasaran. Ada pesan di sana. Belum pada tau liriknya ? Yo wis, Kang Eko tuliskan dulu.
Jangan kau katakan dulu
Jangan kau siarkan dulu
Sebelum janur kuning
Hiasan cinta melambai-lambai
Di depan rumahku ini
Kalau sudah saatnya
Sumpah perkawinan kita
Semua menjadi milikmu
Dari bukit-bukitnya yang menghijau
Sampai lautan yang biru
Akupun mengharap belaian tanganmu sayang
Tetapi kutahan-kutahan karena malu dilihat orang
Walaupun kutahu engkau yang paling kusayang
Rasanya kuingin-kuingin masuk ke dalam pintu hatimu
Ibarat bulan sudah di tangan
Ibarat bintang sudah bertaburan
Cinta suci kita kini menjadi kenyataan
Lha apa endahnya lagu gituan ? Wong mung menceritakan pernikahan thok kok dibilang ada pesennya. Lha kalo cuma moco thok, cuma baca saja, ya jelas nggak nemu apa-apa. Ayo Kang Eko tunjukin deh, semoga nggak kaspo thok ya…
Jangan kau katakan dulu
Jangan kau siarkan dulu
Sebelum janur kuning
Hiasan cinta melambai-lambai
Di depan rumahku ini
Penafsiran dari Kang Eko seperti ini : kita hendaknya tidak bercerita tentang Gusti Allah kalau memang kita belum benar-benar jadi kekasih Beliau. Lha tandanya kita jadi kekasih Allah itu opo to ? Tandanya, yang dilambangkan dengan janur kuning, adalah benarnya syahadat kita. Sahnya syahadat atau penyaksian kita. Adanya di mana ? Di katakan di sana bahwa hiasan itu adanya di depan rumah Sang Kekasih. Lha rumahnya Allah itu di mana to ? Mosok Allah nduwe omah ? Lha hukumnya itu kan ada “rumahku adalah hati orang-orang mukmin”. Lha sudah jelas to, bahwa kalau hati memang sudah memang isinya mung Beliau, insyaallah syahadatnya bener. Lakune selalu dituntun sama Allah.
Kalau sudah saatnya
Sumpah perkawinan kita
Semua menjadi milikmu
Dari bukit-bukitnya yang menghijau
Sampai lautan yang biru
Dalam perjalanan untuk mengenal Beliau, tentu ada saatnya pertemuan itu terjadi. Maksud Kang Eko, bahwa kesadaran tentang Beliau itu akan muncul. Nah kalau memang sudah sah syahadatnya, maka diibaratkan semua akan menjadi milik kita. Lha wong namanya kekasih, apa yang dimaui tentunya ya dikasih to. Bahkan apa yang dipunyai oleh Sang Kekasih bisa diartikan punya kita juga. Tapi piye maneh, kalo sudah kepincut sama Gusti Allah, opo yo kepikiran yang lainnya ?
Akupun mengharap belaian tanganmu sayang
Tetapi kutahan-kutahan karena malu dilihat orang
Walaupun kutahu engkau yang paling kusayang
Rasanya kuingin-kuingin masuk ke dalam pintu hatimu
Ibarat bulan sudah di tangan
Ibarat bintang sudah bertaburan
Cinta suci kita kini menjadi kenyataan
Lha kalau memang sudah bisa sampai di maqom yang itu, mbok yao jangan koar-koar pengumuman sing ora-ora. Gusti itu diibaratkan wong sing isinan tenan. Hingga untuk menyampaikan sesuatupun selalu lewat utusan. Jangan sampai kita ini kemudian membuka rahasia yang dititipkan ke kita kepada orang lain. Bisa jadi ini menjadi berita yang tidak menghasilkan kebaikan tapi malah kedholiman bagi orang yang belum mau membuka pintu hatinya. Lha mosok wong percoyo nek ono wulan nang tangan ta… kan ya nggak. Makanya, kalau sudah kenal dan sudah nemukan, yo sudah… diem saja.
Iku penafsirane Kang Eko lho. Lain orang kan lain penafsiran. Monggo kalau mau ngonceki lagi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar